SEPERTI AWAN MENDUNG YANG KEMBALI MENDAPATKAN SINARNYA
Sore itu, ketika cuaca terlihat
tak tentu. Kadang panas yang terasa, namun hujan pun tak ingin kalah dengan hadirnya mentari. Di sore itu aku sedang memainkan iPhone dan membuka inbox sms dari teman
ku.
Inbox itu ternyata dari salah
satu teman SMA ku yang sudah lama tak ku jumpai. Febriana Charis namanya. Namun
aku sering memanggilnya dengan panggilan Aris.
“Lagi dimana kamu yan?”.
Begitulah isi sms dari nya.
Begitu singkat dan jelas. Aris hanya ingin bertemu dengan ku, salah satu
sahabat SMA nya. Dia sedang libur bekerja kabarnya.
Sekitar 15 menit kemudian, tak
lama ia sampai didepan rumah ku. Wajah polos nya, senyum nya yang lebar, masih
terlihat sama ketika dia masih SMA. Namun ada yang berbeda darinya, kulitnya kini
tak sehitam semasa SMA. Badan nya pun tak kurus seperti waktu itu. Dia sudah
terlihat Putih dan gemuk.
“Lama tak jumpa, Silahkan Masuk!”
(Sapa ku dengan senang bertemu dengan sahabat SMA ku yang Lama tak ku jumpai.)
Apa kabar kau dijakarta, sepertinya
sudah lupa dengan ku yang tinggal dikampung. (tanya ku kepadanya).
Aku Baik – baik saja kawan. bukan
lupa, Aku hanya sibuk bekerja. (jawabnya)
Kerja apa kau sekarang? (balasku)
Aku dijakarta masih seorang buruh
pabrik, tapi lumayan lah gaji ku untuk biaya kuliah, membayar kontrakan, dan
makan ku sehari-hari. (jelasnya)
Dari obrolannya itu, sempat
terfikir dalam benakku ingin rasanya untuk berhenti kuliah dan melanjutkan
bekerja saja.
Aku sudah tidak tertarik untuk
melanjutkan kuliah. Aku hanya seorang guru honor di salah satu SD dan SMK di
desa ku. Aku hanya memiliki gaji Rp. 300 ribu perbulan, untuk ongkos kuliah
saja masih kurang apa lagi untuk membayar biaya kuliah ku persemesternya. Itu
lah sebabnya kenapa aku ingin berhenti kuliah.
Ingin rasanya aku melanjutkan
hidup ku untuk bekerja saja. Dengan bekerja aku memiliki gaji yang cukup besar
untuk membayar kuliah dan biaya makan ku sehari-hari.
Aku ceritakan tentang aris kepada
nenek ku. Tentang gaji nya yang cukup besar untuk biaya kuliahnya dan kehidupan
sehari-harinya, tentang kesenangannya bekerja menjadi seorang buruh pabrik.
"Nek, boleh tidak rian berhenti kuliah dan berhenti mengajar?" tanya ku kepada nenek
"Kenapa mau berhenti? Lanjutkan saja kuliah dan mengajarnya, siapa
tau setelah lulus kuliah kamu bisa mendaftar menjadi Pegawai Negeri Sipil." Jawab nenek ku.
"Tetapi aku tidak sanggup dengan biaya kuliahnya nek, gajiku
pun tidak sebanding dengan apa yang aku kerjakan saat ini. Aku tidak ingin
terus meminta uang untuk membayar kuliah ku
kepada nenek. Aku ingin membayar kuliah dengan hasil keringatku sendiri." Jelas ku
"Nak, Bekerja itu bukan seberapa besar gaji yang kita dapatkan,
bukan seberapa hebat pekerjaan kita, tapi seberapa tulus dan ikhlas kita kepada
pekerjaan kita. Jalani, syukuri, dan nikmati saja. Allah selalu punya jalan
terbaik untuk setiap hambanya" Jawab nenek ku sambil meletakkan tangan nya di atas kepala ku.
Pesan nenek itu menjadi cambukan
yang keras bagiku. Nenek telah menyadarkan kembali angan-angan ku yang sudah terhalang
oleh sebuah gaji yang besar. Dia masih tetap mengharapkan cucunya menjadi seorang
Pegawai Negeri Sipil.
Semangat itu telah kembali.
Seperti awan mendung yang telah kembali mendapatkan sinarnya. Sinar yang mulai kembali menghangatkan buminya. sinar yang membawa keceriaan kepada penghuninya.
Aku tersadar oleh kalimat nenek yang telah ia lontarkan kepadaku. Ternyata berkerja bukan dilihat dari seberapa besar gaji yang kita dapatkan, namun seberapa halal dan ikhlas
pekerjaan yang kita jalani. Aku yakin hari ini pasti akan berbeda dengan hari
esok. Hari esok yang telah menjanjikan sebuah gaji yang lebih besar. Bahkan lebih dari sebuah gaji yang besar.
Aku mulai kembali menjalankan hidup yang telah Allah amanahkan untuk ku. Aku akan berusaha menjalankan amanah_Nya dengan ikhlas dan aku akan mewujudkan keinginan nenek ku untuk menjadi seorang Pegawai Negeri Sipil.
Komentar
Posting Komentar