ADANYA TAKDIR TIDAK UNTUK SEMUA ITU



Kala siang itu begitu melankolis. Pancaran panasnya mentari pun ikut menghiasi melankolisnya hari itu. Entah kemana siulan burung-burung yang indah, hembusan angin yang  sejuk, tawa riang anak-anak kecil pun tidak ku rasakan hari itu.

Aku yang masih bergelut dengan segala pekerjaanku sesekali teringat pada satu fikiran yang membuat buyar konsentrasiku. Sama sekali tak ingin ku ingat masalah yang sekian lama ada dalam hidupku. Entah harus seperti apa aku menjalani nya. Begitu pahit bila terus aku ingat, namun selalu coba ku buat manis rasa pahit itu.

Sesekali aku menatap kosong layar laptopku, merasakan lamunanku dalam fikiran itu. Entah aku tergolong orang yang bersyukur atau kufur akan nikmatNya. Entah Aku memang tergolong orang yang tak kuat akan segala bantingan hidup. Atau memang aku orang yang sangat lemah. Entah apapun itu, namun kesedihanlah yang ada bila selalu ku ingat tentang hidupku. 

Saat umurku 4 tahun aku selalu bahagia, tertawa bersama ayah dan Ibu ku. Menghabiskan waktu dengan canda mereka. Kala itu aku merasakan kebahagian yang sesungguhnya, kebahagian seorang anak dengan orangtuanya.

Kasih sayang itu begitu tulus
Seputih kapas, semurni embun pagi
Seindah ilalang dimusim semi
Saat hadirnya takdir,
Kapas itu tak lagi putih, embun tak lagi murni
Ilalang pun tak lagi indah
Namun aku yakin, hadirnya takdir tidak untuk semua itu

Diumur yang masih merindukan kasih sayang orang tua, dari jakarta aku dibawa ke kampung nenek ku tinggal oleh bibi ku. Saat itu aku tak tahu jelas apa yang sebenarnya terjadi. Hanya tangisan keraslah yang ku luapkan saat bibi membawaku pergi ke kampung nenekku.

Sejak saat itu aku tinggal bersama nenek dan bibiku. Aku disekolahkan dan dibesarkan oleh nenek dan bibiku. Entah dimana ayah dan ibuku, aku selalu melamuni mereka ketika aku rindu. Sampai saat ini pun aku masih selalu melakukannya.

Aku merasa bahagia tinggal bersama nenek dan bibiku, Namun kebahagianku saat itu hanya sebatas sepatu, tas, buku, atau seragam baru atau sesekali mainan baru. Hanya sebatas itu. Dibalik kebahagiaan itu aku selalu mencari-cari kasih sayang. Kasih sayang orang tua yang dulu sering kurasakan kini tak datang kembali. 

Ingin rasanya berbagi cerita suka dan duka seperti yang dilakukan anak-anak seusiaku sepulangnya mereka kuliah atau bekerja. Meminta pendapat disaat kehilangan arah. Bahkan berdiskusi kecil dengan ayah dan ibuku. Tak pernah ku lakukan itu sampai saat ini. Aku selalu merasa iri dengan mereka yang masih dapat merasakan kasih sayang ayah dan ibunya.

Sesekali pernah ku salahkan pada takdir, namun aku yakin hadirnya takdir tak untuk semua itu. Tetapi takdir itulah yang mengajarkan ku menjadi pribadi yang lebih kuat, sabar dan ikhlas.

Kini umurku beranjak dewasa, aku mulai mengerti seperti apa kehidupan yang sebenarnya. Tentang kebahagian yang sebenarnya. Aku akan memilih bagaimana caraku untuk hidup dan bagaimana cara untuk mencari kebahagian.

Dari sinilah mungkin aku harus memulai semua dengan apa adanya. Dengan rasa sabar dan ikhlas. Hanya dengan itu aku berusaha untuk bertahan. Dan tak lupa Sujud dan Do’aku pada Tuhan.

(Sayangilah orang tua kalian seperti kalian menyayangi orang yang sangat kalian sayangi. Mungkin saat meraka sudah tak lagi ada disamping kalian, kalian akan tahu alasannya)

NB :
Thanks for My ..... Asri Yatun Nikmah and My Brother Agung Fadilah
Dengan merekalah saat ini aku bagi suka dan duka ku
I Love You All
(Wios nya lebay sa’alit) hehehe
SEMANGAT!!!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

REFLEKSI DIRI TENTANG PEMIKIRAN KI HADJAR DEWANTARA

INSPIRASI 22.45

DIAGRAM TRAPESIUM USIA